Beranda | Artikel
Tipu Daya Iblis Untuk Menerima Semua Harta
Selasa, 18 Oktober 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Tipu Daya Iblis Untuk Menerima Semua Harta ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 21 Rabi’ul Awwal 1444 H / 17 Oktober 2022 M.

Kajian Tentang Tipu Daya Iblis Untuk Menerima Semua Harta

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa kaum sufi generasi pertama yang memiliki pandangan ekstrim tentang harta, mereka melepaskan kepemilikan hartanya dan memandang itu sebuah kezuhudan. Kita juga sudah sebutkan bahwa mereka melakukan ini dengan niat dan tujuan yang baik, tapi dengan cara yang keliru karena berseberangan dengan kaidah-kaidah syariat, bahkan kaidah akal. Sikap mereka ini didorong karena ingin meraih tingkat kezuhudan yang tinggi, namun dengan cara yang keliru.

Adapun generasi terakhir kaum sufi, mereka disini bermacam-macam. Di antara mereka ada yang lebih condong ke dunia dengan menumpuk-numpuk harta dengan cara apapun. Hal itu dilakukan demi hidup senang dan memenuhi syahwat. Maka mereka kadang-kadang mengeruk harta manusia dengan berbagai macam cara. Tentunya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat.

Di antara mereka ada yang sebenarnya sanggup bekerja, mereka bukan orang cacat. Namun dia tidak mau bekerja dan berusaha. Dia memilih duduk-duduk di tempat ibadahnya atau di masjid. Kemudian dia mengandalkan sedekah atau pemberian orang lain. Sehingga hatinya selalu terpaut pada ketukan pintu orang yang datang untuk memberikan sedekah. Padahal seperti yang diketahui bahwa sedekah itu tidak halal bagi orang kaya, memiliki kekuatan dan sempurna anggota tubuhnya. Hal ini seperti yang diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Jadi kalau kita punya tubuh yang sehat tidak kurang satu apapun, punya kekuatan dan bisa bekerja, maka tidak halal bagi kita untuk meminta-minta dan menerima sedekah. Apalagi orang yang kaya lalu dia meminta sedekah kepada orang lain. Tidak halal bagi seseorang untuk memakan harta sedekah dengan cara seperti ini. Bahkan di antara mereka tidak mau peduli siapapun yang mengirimkan harta itu untuk mereka. Boleh jadi itu harta haram dari orang-orang dzalim.

Jadi terkait dengan apa yang diberikan kepada mereka itu, mereka membuat kata-kata khusus. Di antaranya adalah mereka menyebut pemberian itu dengan istilah “futuh”, yaitu satu istilah bagi mereka yang maksudnya adalah anugerah atau rezeki. Dan slogan mereka mereka juga adalah: “Rezeki pasti sampai kepada kami,” tanpa peduli apakah itu pantas mereka terima atau tidak.

Slogan mereka lainnya adalah: “Rezeki ini bersumber dari Allah, maka tidak boleh ditolak, dan kami bersyukur kepadaNya,” tanpa melihat apakah mereka layak untuk menerimanya atau tidak.

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa semua itu berseberangan dengan tuntunan syariat, bentuk ketidaktahuan/kejahilan terhadap syariat, serta kebalikan dari sikap para Salafush Shalih. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ

“Yang halal itu jelas, yang haram juga jelas, lalu di antara keduanya ada hal-hal syubhat yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Maka, siapa saja yang menjaga diri dari hal-hal syubhat, berarti dia telah membebaskan agama dan kehormatannya.”

Jadi seorang mukmin menjauhi bukan hanya yang haram, tapi juga yang syubhat. Abu Bakar Ash-Shiddiq tanpa ragu memuntahkan makanan syubhat (yang tidak jelas diperoleh dari yang halal atau yang haram) setelah beliau memakannya. Beliau mengorek dan mengeluarkannya kembali. Begitu kewara’an para sahabat terhadap harta haram, bahkan syubhat.

Orang-orang shalih tidak mau menerima pemberian orang-orang yang dzalim atau orang yang di dalam hartanya terselip pendapatan yang bersifat syubhat. Hal ini demi menjaga diri dan wara’.

Dan banyak juga ulama salaf yang tidak mau menerima bantuan dari sahabatnya ataupun kawannya demi menjaga diri dan kehormatan pribadi.

Diriwayatkan dari Abu Bakar Al-Marwazi, bahwa dia menceritakan: “Aku menyebut nama seorang ahli hadits di hadapan Abu Abdillah (Imam Ahmad Ibnu Hanbal), lalu Abu Abdillah berkata: ‘Dia orang yang luar biasa, andai bukan karena satu sifat yang buruk ada padanya.’ Lalu setelah mengatakan hal tersebut Abu Abdillah terdiam, tak lama kemudian ia kembali berkata: ‘Tidak semua sifat baik dimiliki orang itu.’

Mendengar perkataan yang seperti itu aku pun bertanya menegaskan: ‘Bukankah dia seorang ahli hadits?’ Maka Imam Ahmad menjawab: ‘Sungguh aku juga pernah menulis hadits darinya, hanya saja ada satu sifat padanya yang tidak baik, yaitu dia tidak peduli dari siapapun dia menerima rezeki.`”

Demikian hal ini menjadi satu catatan. Sebagian orang tidak peduli dari manapun dia mendapatkan rezeki. Maka dari itu sifat wara’ ini adalah sifat yang selalu dijaga oleh para Salafush Shalih. Karena termasuk salah satu kecacatan di dalam agama seseorang, dan itu menjadi penilaian Imam Ahmad terhadap seorang perawi hadits, bahwa dia memiliki semua nilai-nilai positif, kemudian Imam Ahmad mengungkapkan satu hal yang dia keberatan terhadap orang itu, yaitu tidak peduli dari siapa dia menerima rezeki.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52252-tipu-daya-iblis-untuk-menerima-semua-harta/